بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَمَا نَتَنَزَّلُ اِلَّا بِاَمْرِ رَبِّكَۚ لَهٗ مَا بَيْنَ اَيْدِيْنَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذٰلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا ۚ ﴿٦٤﴾
wa mā natanazzalu illā bi`amri rabbik, lahu mā baina aidīnā wa mā khalfanā wa mā baina żālika wa mā kāna rabbuka nasiyyā
Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Tuhanmu. Milik-Nya segala yang ada di hadapan kita, yang ada di belakang kita, dan segala yang ada di antara keduanya, dan Tuhanmu tidak lupa. (64)
Ibnu abi Hatim dan ibnu abi Dunya dalam kitabul ikhlas meriwayatkan dari Thawus bahwa seorang laki-laki berkata, “wahai Rasulullah, saya seringkali ingin bertemu muka dengan Allah dan saya berharap dia melihat tempat saya berada.” Rasulullah menyahut hingga turunlah ayat ini. Hadis ini mursal.
Al-Hakim meriwayatkan dalam al-Mustadrak riwayat yang mausul dari Thawus dari Ibnu Abbas dan dinyatakannya shahih sesuai syarat Bukhari Muslim.
Ibnu abi Hatim meriwayatkan dari Mujahid bahwa dahulu ada seorang muslim yang berperang dan dia ingin sepak terjangnya dilihat. Maka allah menurunkan ayat ini.
Abu Nu’aim dan ibnu Asakir dalam Taarikh-nya meriwayatkan dari as-suddi ash-shagir dari al-kalbi dari abi shaleh dari Ibnu Abbas bahwa Jundub bin Zuhair, apabila shalat, puasa atau bersedekah lalu namanya dipuji-puji, maka hatinya menjadi senang dan dia pun menambah amalnya dikarenakan pujian orang-orang. Maka turunlah ayat ini mengenai hal itu.