بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗوَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۗاِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ﴿٨﴾
wa waṣṣainal-insāna biwālidaihi ḥusnā, wa in jāhadāka litusyrika bī mā laisa laka bihī 'ilmun fa lā tuṭi'humā, ilayya marji'ukum fa unabbi`ukum bimā kuntum ta'malụn
Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (8)
Muslim, at-Tirmidzi, dan lain-lain meriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqqash bahwa Ibunya Sa’ad berkata, “Bukankah Allah telah memerintahkan kamu berbakti!? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati atau kamu kafir.” Maka turunlah ayat ini