بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
۞ مَا نَنْسَخْ مِنْ اٰيَةٍ اَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَآ اَوْ مِثْلِهَا ۗ اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ﴿١٠٦﴾
mā nansakh min āyatin au nunsihā na`ti bikhairim min-hā au miṡlihā, a lam ta'lam annallāha 'alā kulli syai`ing qadīr
Ayat yang Kami batalkan atau Kami hilangkan dari ingatan, pasti Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu?
Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat: 106
*Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas£ sehubungan dengan tafsir firman-Nya, ( Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, ) (Al-Baqarah, 2:106) artinya ayat apa pun yang Kami ganti.
*Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan tafsir ayat ini, artinya "ayat apa pun yang kami hapuskan.
*Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa arti nasakh ialah 'ayat apa pun yang Kami tetapkan khat (tulisan)nya, sedangkan hukumnya telah Kami ganti'. Mujahid mengetengahkan tafsir ini dari murid-murid Abdullah ibnu Mas'ud£.
*Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Abul Aliyah dan Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi.
*Menurut Ad-Dahhak, makna ( Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, ) (Al-Baqarah, 2:106) ialah ayat apa saja yang Kami buat engkau lupa padanya.
*Menurut Ata, makna ( mā nansakh ) ialah apa saja dari Al-Qur'an yang Kami tinggalkan. Menurut Abu Hatim, makna yang dimaksud ialah apa pun yang ditinggalkan (oleh Allah) dan tidak diturunkan kepada Muhammadﷺ
*As-Saddi mengatakan, makna ( mā nansakh ) ialah ayat apa pun yang dicabut oleh Allah.
*Menurut Ibnu Abu Hatim maksudnya adalah dicabut dan diangkat oleh Allahﷻ, seperti firman-Nya:
الشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ اِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوْهُمَا الْبَتَّةَ
( Kakek-kakek dan nenek-nenek (laki-laki dan perempuan dewasa yang sudah kawin) apabila keduanya berzina, maka rajamlah keduanya sebagai suatu kepastian. ) (Ayat ini telah dinasakh).
لَوْ كَانَ لِابْنِ اٰدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغٰى لَهُمَا ثَالِثًا
( Seandainya anak Adam mempunyai dua lembah yang penuh dengan emas, niscaya dia menginginkan lembah lain yang ditambahkan kepada kedua lembah itu. ) (Ayat ini telah dinasakh).
*Ibnu Jarir mengatakan, makna ( Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, ) (Al-Baqarah, 2:106) ialah hukum ayat apa saja yang Kami pindahkan ke yang lainnya dan Kami ubah serta Kami ganti hukumnya. Misalnya, Kami ganti halal menjadi haram, haram menjadi halal, mubah menjadi dilarang, dan dilarang menjadi mubah (boleh).
*Hal ini hanya terjadi dalam masalah perintah, larangan, cegahan, mutlak, larangan dan ibahah (perbolehan). Yang menyangkut masalah-masalah berita dan kisah-kisah, tiada nasikh dan mansukh padanya.
*Kata NASAKH berasal dari naskhul kitab, yakni menukilnya dari suatu salinan ke salinan yang lain. Demikian pula makna me-nasakh hukum ke hukum yang lainnya, hanya makna yang dimaksud ialah memindahkan hukumnya dan menukil suatu ibarat ke ibarat yang lainnya -yakni merevisinya- tanpa membedakan apakah yang di-nasakh itu hukumnya atau khat (tulisan)nya saja, mengingat dua keadaan tersebut tetap dinamakan nasakh.
*Sehubungan dengan definisi NASAKH, ulama ahli Usul berbeda-beda dalam mengungkapkannya. Tetapi kesimpulan dari semua pendapat mereka saling berdekatan (tidak jauh berbeda), mengingat makna NASAKH menurut istilah syara' sudah dimaklumi di kalangan ulama. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa NASAKH artinya menghapuskan suatu hukum dengan dalil syar'i yang datang kemudian. Termasuk ke dalam pengertian definisi ini me-nasakh hukum yang ringan dengan hukum yang berat dan sebaliknya, juga nasakh yang tidak ada gantinya. Rincian mengenai hukum-hukum nasakh, jenis-jenis serta syarat-syaratnya dibahas di dalam kitab Usul Fiqh.
*Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Subail (yaitu Ubaidillah ibnu Abdur Rahman ibnu Waqid), telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Fadl, dari Sulaiman ibnu Arqam, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki membaca suatu surat yang pernah diajarkan oleh Rasulullahﷺ kepada keduanya, dan kedua lelaki itu selalu membaca surat tersebut dengan bacaan itu. Maka di suatu malam keduanya berdiri mengerjakan salat, tetapi keduanya tidak mampu membaca surat tersebut barang satu huruf pun. Lalu pada pagi harinya keduanya datang menghadap Rasulullahﷺ dan menceritakan hal tersebut. Maka Rasulullahﷺ bersabda: Sesungguhnya surat itu termasuk surat yang dinasakh atau aku dijadikan lupa kepadanya. Karena itu, lupakanlah ia.
*Az-Zuhri membacanya ( mā nansakh min āyatin au nunsihā ). Akan tetapi, Sulaiman ibnul Arqam orangnya daif. Tetapi Abu Bakar ibnul Ambari meriwayatkan hal yang semisal dari ayahnya, dari Nasr ibnu Daud, dari Abu Ubaidillah, dari Abdullah ibnu Saleh, dari Lais, dari Yunus dan Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Abu Umamah ibnu Sahl ibnu Hanif secara marfu'. Riwayat ini diketengahkan oleh Al-Qurtubi.
*Firman Allah, ( au nunsihā ) (Kami jadikan manusia lupa kepadanya) dibaca menurut dua segi bacaan, yaitu ( nansa-uhā ) dan ( nunsihā ). Orang yang membaca ( nansa-uhā ) artinya 'Kami menangguhkannya.'
*Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai tafsir firman-Nya, ( mā nansakh min āyatin au nansa-uhā ) ialah apa saja ayat yang Kami ganti atau yang Kami tinggalkan tanpa menggantinya.
*Mujahid meriwayatkan dari teman-teman (murid-murid) Ibnu Mas'ud£ tentang makna ( au nansa-uhā ): Kami tetapkan khat-nya, sedangkan hukumnya telah Kami ganti.
*Abdu ibnu Umair, Mujahid, dan Ata mengatakan bahwa ( au nansa-uhā ) artinya Kami akhirkan dan Kami tangguhkan hukumnya.
*Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa ( au nansa-uhā ) artinya Kami akhirkan hukumnya, tetapi tidak Kami nasakh. As-Saddi dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan hal yang semisal.
*Ad-Dahhak mengatakan, ayat ini menerangkan bahwa di antara ayat-ayat Al-Qur'an itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh (yakni ada yang merevisi dan ada yang direvisi).
*Menurut Abul Aliyah, ( au nansa-uhā ) artinya ialah Kami mengakhirkan (menangguhkan) hukumnya.
*Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ismail Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Khalaf, telah menceritakan kepada kami Al-Khaffaf, dari Ismail (yak-ni Ibnu Aslam), dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa pada suatu hari Khalifah Umar£ berkhotbah kepada kami, lalu ia membacakan firman-Nya, ( mā nansakh min āyatin au nansa-uhā ), yakni atau Kami tangguhkan hukumnya.
*Adapun menurut bacaan au nunsiha, maka Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, sehubungan dengan makna firman-Nya: ( Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. ) (Al-Baqarah, 2:106) Allahﷻ menjadikan Nabi-Nya lupa kepada apa yang dikehendaki-Nya, dan Dia me-nasakh apa yang dikehendaki-Nya dari ayat-ayat tersebut.
*Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sawad ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Auf ibnul Hasan, bahwa ia pernah mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya, ( au nunsihā ), bahwa sesungguhnya Nabi kalian membaca suatu ayat Al-Qur'an, kemudian beliau dibuat-Nya lupa.
*Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnuz Zubair Al-Harrani, dari Al-Hajjaj (yakni Al-Jazari), dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, di antara wahyu yang diturunkan oleh Nabiﷺ adalah wahyu yang diturunkan di malam hari, dan pada siang harinya beliau lupa. Maka Allahﷻ menurunkan firman-Nya: ( Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. ) (Al-Baqarah, 2:106)
*Selanjutnya Ibnu Abu Hatim mengatakan, Abu Ja'far ibnu Nufail mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Al-Hajjaj bukan Al-Hajjaj ibnu Artah, melainkan salah seorang guru kami yang dinisbatkan kepada Al-Jazari.
*Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa makna ( au nunsihā ) ialah Kami menghapuskan hukumnya dari kalian.
*Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Ya'la ibnu Ata, dari Al-Qasim ibnu Rabi'ah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Sa'd ibnu Abu Waqqas membacakan ayat ini seperti berikut: Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. Yakni dengan bacaan ( nunsihā ). Maka ia berkata kepada Sa'd ibnu Abu Waqqas bahwa sesungguhnya Sa'id ibnul Musayyab membacanya dengan bacaan ( au nansa-uhā ). Maka Sa'd ibnu Abu Waqqas menjawab, "Sesungguhnya Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepada Al-Musayyab, juga tidak kepada keluarga Al-Musayyab. Selanjutnya Sa'd ibnu Abu Waqqas membacakan firman-Nya:
سَنُقْرِئُكَ فَلَا تَنْسٰٓى
( Kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa. ) (Al-A'la, 87:6)
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ اِذَا نَسِيْتَ
( Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa. ) (Al-Kahf, 18:24)
*Hal yang sama diriwayatkan oleh Abdur Razzaq ibnu Hasyim. Imam Hakim mengetengahkannya di dalam Kitab Mustadrak-nya melalui hadis Abu Hatim Ar-Razi, dari Adam, dari Syu'bah, dari Ya'la ibnu Ata dengan lafaz yang sama, kemudian Imam Hakim mengatakan dengan syarat Syaikhain (Imam Bukhari dan Imam Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
*Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Ka'b, Qatadah, dan Ikrimah hal yang semisal dengan perkataan Sa'id ibnul Musayyab£.
*Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sufyan As-Sauri, dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Umar£ pernah mengatakan, "Orang yang paling adil di antara kami dan Ubay ialah orang yang paling ahli qiraat, tetapi sesungguhnya kami benar-benar meninggalkan sebagian dari perkataan Ubay. Demikian itu karena Ubay pernah mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan sesuatu pun yang pernah ia dengar dari Rasulullahﷺ Padahal Allahﷻ telah berfirman: ( Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. ) (Al-Baqarah, 2:106)
*Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Habib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Umar pernah mengatakan, "Orang yang paling ahli qiraat di antara kami adalah Ubay, sedangkan orang yang paling ahli dalam masalah peradilan di antara kami adalah Ali. Tetapi sesungguhnya kami benar-benar meninggalkan sebagian dari perkataan Ubay. Demikian itu karena dia pernah mengatakan bahwa dia tidak akan meninggalkan sesuatu pun dari apa yang pernah dia dengar dari Rasulullahﷺ Padahal Allahﷻ telah berfirman: ( Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. ) (Al-Baqarah, 2:106)
Adapun firman Allahﷻ:
نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَآ اَوْ مِثْلِهَا
( Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. ) (Al-Baqarah, 2:106)
*Yakni dalam hal hukum bila dikaitkan dengan masalah kaum Mukallafin, seperti yang telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: ( Kami datangkan yang lebih baik daripadanya. ) (Al-Baqarah, 2:106) Maksudnya, yang lebih baik manfaatnya buat kalian dan lebih ringan bagi kalian.
*Abul Aliyah mengatakan, ( Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan, ) (Al-Baqarah, 2:106) maka kami tidak mengamalkannya, ( atau Kami menangguhkannya, ) (Al-Baqarah, 2:106) yakni Kami tangguhkan oleh pihak Kami, maka Kami akan mendatangkannya atau Kami datangkan yang sebanding dengannya.
*As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: ( Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. ) (Al-Baqarah, 2:106) Yaitu Kami datangkan yang lebih baik daripada apa yang telah Kami nasakh-kan itu, atau Kami datangkan yang sebanding dengan apa yang Kami tinggalkan itu.
*Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: ( Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. ) (Al-Baqarah, 2:106) Yang dimaksud ialah ayat yang di dalamnya terkandung keringanan atau rukhsah (kemurahan) atau perintah atau larangan.