بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تُقْسِطُوْا فِى الْيَتٰمٰى فَانْكِحُوْا مَا طَابَ لَكُمْ مِّنَ النِّسَاۤءِ مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰٓى اَلَّا تَعُوْلُوْاۗ ﴿٣﴾
wa in khiftum allā tuqsiṭụ fil-yatāmā fangkiḥụ mā ṭāba lakum minan-nisā`i maṡnā wa ṡulāṡa wa rubā', fa in khiftum allā ta'dilụ fa wāḥidatan au mā malakat aimānukum, żālika adnā allā ta'ụlụ
Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.
Tafsir Surah An-Nisa` Ayat: 3
*Yakni apabila di bawah asuhan seseorang di antara kalian terdapat seorang anak perempuan yatim, dan ia merasa khawatir bila tidak memberikan kepadanya mahar misil-nya, hendaklah ia beralih mengawini wanita yang lain, karena sesungguhnya wanita yang lain cukup banyak; Allah tidak akan membuat kesempitan kepadanya.
*Imam Bukhari mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa ada seorang lelaki yang mempunyai anak perempuan yatim, lalu ia menikahinya. Sedangkan anak perempuan yatim itu mempunyai sebuah kebun kurma yang pemeliharaannya dipegang oleh lelaki tersebut, dan anak perempuan yatim itu tidak mendapat sesuatu maskawin pun darinya. Maka turunlah firman-Nya: ( Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil. ) (An-Nisa, 4:3)
*Menurut keyakinanku, dia (si perawi) mengatakan bahwa anak perempuan yatim tersebut adalah teman seperseroan lelaki itu dalam kebun kurma, juga dalam harta benda lainnya.
*Kemudian Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa'd, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Urwah ibnuz Zubair pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah bertanya kepada Siti Aisyah mengenai firman-Nya: ( Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kalian mengawininya). ) (An-Nisa, 4:3) Siti Aisyah mengatakan, "Hai anak saudara perempuanku, anak yatim perempuan yang dimaksud berada dalam asuhan walinya dan berserikat dengannya dalam harta bendanya. Lalu si wali menyukai harta dan kecantikannya, maka timbullah niat untuk mengawininya tanpa berlaku adil dalam maskawinnya; selanjutnya ia memberinya maskawin dengan jumlah yang sama seperti yang diberikan oleh orang lain kepadanya (yakni tidak sepantasnya). Maka mereka dilarang menikahi anak-anak yatim seperti itu kecuali jika berlaku adil dalam mas kawinnya, dan hendaklah maskawinnya mencapai batas maksimal dari kebiasaan maskawin untuk perempuan sepertinya. Jika para wali tidak mampu berbuat demikian, mereka diperintahkan untuk kawin dengan wanita lain selain anak-anak perempuan yatim yang berada dalam perwaliannya. Urwah mengatakan bahwa Siti Aisyah pernah mengatakan, "Sesungguhnya ada orang-orang yang meminta fatwa kepada Rasulullahﷺ sesudah ayat di atas. Maka Allah menurunkan firman-Nya: ( Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita ) (An-Nisa, 4:127). Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa diturunkan pula ayat lain-nya, yaitu firman-Nya: ( sedangkan kalian ingin mengawini mereka. ) (An-Nisa, 4:127) Karena ketidaksukaan seseorang di antara kalian terhadap anak yatim yang tidak banyak hartanya dan tidak cantik, maka mereka dilarang menikahi anak yatim yang mereka sukai harta dan kecantikannya, kecuali dengan maskawin yang adil. Demikian itu karena ketidaksukaan mereka bila anak-anak yatim itu sedikit hartanya dan tidak cantik.
*******
Firman Allahﷻ:
مَثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
( dua, tiga, empat. ) (An-Nisa, 4:3)
*Nikahilah wanita mana pun yang kamu sukai selain dari anak yatim: jika kamu suka, boleh menikahi mereka dua orang; dan jika suka, boleh tiga orang; dan jika kamu suka, boleh empat orang. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًا اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ
( Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat. ) (Fathir, 35:1)
*Maksudnya, di antara mereka ada yang mempunyai dua buah sayap, tiga buah sayap, ada pula yang mempunyai empat buah sayap. Akan tetapi, hal ini bukan berarti meniadakan adanya malaikat yang selain dari itu karena adanya dalil yang menunjukkan adanya selain itu.
*Masalahnya lain dengan dibatasinya kaum lelaki yang hanya boleh menikahi empat orang wanita. Maka dalilnya berasal dari ayat ini, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan jumhur ulama, mengingat makna ayat mengandung pengertian dibolehkan dan pemberian keringanan. Seandainya diperbolehkan mempunyai istri lebih dari itu (yakni lebih dari empat orang), niscaya hal ini akan disebutkan oleh firman-Nya.
*Imam Syafi'i mengatakan, "Sesungguhnya sunnah Rasulullahﷺ yang menjelaskan wahyu dari Allah telah menunjukkan bahwa seseorang selain Rasulullahﷺ tidak boleh mempunyai istri lebih dari empat orang wanita. Apa yang dikatakan oleh Imam Syafi'i ini telah disepakati di kalangan para ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari segolongan ulama Syi'ah yang mengatakan, "Seorang lelaki diperbolehkan mempunyai istri lebih dari empat orang sampai sembilan orang. Sebagian dari kalangan Syi'ah ada yang mengatakan tanpa batas. Sebagian dari mereka berpegang kepada perbuatan Rasulullahﷺ dalam hal menghimpun istri lebih banyak daripada empat orang sampai sembilan orang wanita, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih.
*Adapun mengenai boleh menghimpun istri sebanyak sebelas orang, seperti yang disebutkan di dalam sebagian lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari; sesungguhnya Imam Bukhari sendiri telah men-ta'liq-nya (memberinya komentar). Telah diriwayatkan kepada kami, dari Anas£, bahwa Rasulullahﷺ menikah dengan lima belas orang istri, sedangkan yang pernah beliau gauli hanya tiga belas orang, yang berkumpul dengan beliau ada sebelas orang, dan beliau wafat dalam keadaan meninggalkan sembilan orang istri. Hal ini menurut para ulama termasuk kekhususan bagi Nabiﷺ sendiri, bukan untuk umatnya; karena adanya hadis-hadis yang menunjukkan kepada pengertian tersebut, yaitu membatasi istri hanya sampai empat orang. Dalam pembahasan berikut kami akan mengemukakan hadis-hadis yang menunjukkan kepada pengertian tersebut.
*Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail dan Muhammad ibnu Ja'far; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri. Ibnu Ja'far mengatakan bahwa di dalam hadisnya disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Salim, dari ayahnya, bahwa Gailan ibnu Salamah As-Saqafi masuk Islam; saat itu ia mempunyai sepuluh orang istri. Maka Nabiﷺ bersabda kepadanya: "Pilihlah olehmu di antara mereka empat orang saja. Ketika pemerintahan Khalifah Umar. Gailan menceraikan semua istrinya dan membagi-bagikan hartanya di antara semua anaknya. Hal tersebut terdengar oleh Umar£, maka ia berkata (kepada Gailan), "Sesungguhnya aku tidak menduga setan dapat mencuri pendengaran (dari pembicaraan para malaikat) mengenai saat kematianmu, lalu membisikkannya ke dalam hatimu. Yang jelas, barangkali kamu merasakan masa hidupmu tidak akan lama lagi. Demi Allah, kamu harus merujuk istri-istrimu kembali dan kamu harus mencabut kembali pembagian harta bendamu itu, atau aku yang akan memberi mereka warisan dari hartamu, lalu aku perintahkan membuat lubang kuburan buatmu, kemudian kamu dirajam sebagaimana Abu Riqal dirajam dalam kuburannya.
*Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Syafi'i, Imam Turmuzi, Imam Ibnu Majah, Imam Daruquthni, dan Imam Bailiaqi serta lain-lainnya melalui berbagai jalur dari Ismail ibnu Ulayyah, Gundar, Yazid ibnu Zurai', Sa'id ibnu Abu Arubah, Sufyan As-Sauri, Isa ibnu Yunus, Abdur Rahman ibnu Muhammad Al-Muharibi, dan Al-Fadl ibnu Musa serta lain-lainnya dari kalangan para huffazul hadis, dari Ma'mar berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal sampai pada sabda Nabiﷺ: "Pilihlah olehmu empat orang saja di antara mereka!
*Sedangkan lafaz lainnya mengenai kisah Umar£ termasuk asar yang hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri. Tetapi hal ini merupakan tambahan yang baik dan sekaligus melemahkan analisis yang dikemukakan oleh Imam Bukhari terhadap hadis ini menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi darinya.
*Dalam riwayatnya itu Imam Turmuzi mengatakan bahwa ia pernah mendengar Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis ini tidak ada yang hafal. Tetapi yang benar ialah hadis yang diriwayatkan oleh Syu'aib dan lain-lainnya, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa dia menceritakan hadis berikut dari Muhammad ibnu Abu Suwaid ibnus Saqafi, Gailan ibnu Salamah, hingga akhir hadis.
*Imam Bukhari mengatakan, "Sesungguhnya hadis Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya hanyalah mengatakan bahwa seorang lelaki dari Bani Saqif menceraikan semua istrinya. Maka Umar berkata kepadanya, "Kamu harus merujuk istri-istrimu kembali, atau aku akan merajam kuburmu sebagaimana kubur Abu Rigal dirajam. Akan tetapi, analisis Imam Bukhari ini masih perlu dipertimbangkan.
*Sesungguhnya Abdur Razzaq meriwayatkannya dari Ma'mar, dari Az-Zuhri secara mursal. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Malik, dari Az-Zuhri secara mursal. Menurut Abu Zar'ah, hal ini lebih sahih.
*Imam Baihaqi mengatakan bahwa Uqail meriwayatkannya dari Az-Zuhri, telah sampai hadis ini kepada kami dari Usman ibnu Muhammad ibnu Abu Suwaid, dari Muhammad ibnu Yazid.
*Abu Hatim mengatakan bahwa hal ini hanyalah dugaan belaka; sesungguhnya sanad hadis ini adalah Az-Zuhri, dari Muhammad ibnu Abu Suwaid yang menceritakan, telah sampai kepada kami bahwa Rasulullahﷺ ... hingga akhir hadis.
*Imam Baihaqi mengatakan bahwa Yunus dan Ibnu Uyaynah meriwayatkannya dari Az-Zuhri, dari Muhammad ibnu Abu Suwaid. Hal ini sama dengan apa yang di-ta'liq-kan(dianalisiskan) oleh Imam Bukhari. Dan isnad yang telah kami ketengahkan dari kitab Musnad Imam Ahmad semua perawinya adalah orang-orang yang siqah dengan syarat Syaikhain.
*Kemudian diriwayatkan melalui jalur selain Ma'mar, bahkan Az-Zuhri. Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Ali Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman An-Nasai dan Yazid ibnu Umar ibnu Yazid Al-Jurmi, telah menceritakan kepada kami Yusuf ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepada kami Sar-rar ibnu Mujasysyar, dari Ayyub, dari Nafi' dan Salim, dari Ibnu Umar, bahwa Gailan ibnu Salamah pada mulanya mempunyai sepuluh orang istri. Lalu ia masuk Islam, dan semua istrinya ikut masuk Islam pula bersamanya. Maka Nabiﷺ menyuruh Gailan memilih empat orang istri saja di antara mereka. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasa'i di dalam kitab sunannya.
*Abu Ali ibnus Sakan mengatakan bahwa hadis ini hanya diriwayatkan oleh Sarrar ibnu Mujasysyar, dan dia orangnya siqah Ibnu Mu'in menilainya siqah pula.
*Abu Ali mengatakan bahwa hal yang sama diriwayatkan oleh As-Sumaid' ibnu Wahb, dari Sarrar.
*Imam Baihaqi mengatakan, telah diriwayatkan kepada kami melalui hadis Qais ibnul Haris atau Al-Haris ibnu Qais dan Urwah ibnu Mas'ud As-Saqafi serta Safwan ibnu Umayyah, yakni hadis Gailan ibnu Salamah ini.
*Pada garis besarnya tersimpulkan bahwa seandainya diperbolehkan menghimpun lebih dari enipat orang istri, niscaya Rasulullahﷺ memperbolehkan tetapnya semua istri Gailan yang sepuluh orang itu, mengingat mereka semua masuk Islam. Setelah Nabiﷺ memerintahkan Gailan memegang yang empat orang dan menceraikan yang lainnya, hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh memiliki istri lebih dari empat orang dengan alasan apa pun. Apabila hal ini berlaku untuk yang telah ada, maka terlebih lagi bagi yang pemula.
*Hadis lain mengenai hal tersebut diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah di dalam kitab sunnahnya masing-masing melalui jalur Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Khamisah ibnusy Syamardal, sedangkan yang ada pada Imam Ibnu Majah dari bintisy Syamardal. Imam Abu Daud meriwayatkan bahwa di antara mereka ada yang menyebut Asy-Syamarzal dengan memakai huruf Zal dari Qais ibnul Haris. Menurut riwayat lain yang ada pada Imam Abu Daud dalam riwayat Al-Haris ibnu Qais, Umairah Al-Asadi pernah mengatakan, "Aku masuk Islam dalam keadaan mempunyai delapan orang istri. Lalu aku tuturkan hal tersebut kepada Nabiﷺ Maka beliau bersabda: "Pilihlah olehmu di antara mereka empat orang saja!
*Sanad hadits ini jayyid; perbedaan syawahid seperti ini tidak menimbulkan mudarat pada hadis yang dimaksud.
*Hadis lain sehubungan dengan masalah ini diriwayatkan oleh Imam Syafi'i di dalam kitab musnadnya. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku seseorang yang pernah mendengar dari Ibnu Abuz Zanad mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdul Majid, dari Ibnu Sahl ibnu Abdur Rahman, dari Auf ibnul Haris, dari Naufal ibnu Mu'awiyah Ad-Daili yang mengatakan bahwa ketika dirinya masuk Islam, ia mempunyai lima orang istri. Maka Rasulullahﷺ bersabda kepadanya: "Pilihlah empat orang istri saja, mana yang kamu sukai, dan ceraikanlah yang lainnya. Ia mengatakan, "Maka aku menjatuhkan keputusanku terhadap seorang di antara mereka yang paling lama menemaniku, yaitu seorang wanita yang sudah tua lagi mandul, sejak enam puluh tahun yang silam, lalu aku ceraikan dia.
*Semuanya merupakan syawahid yang memperkuat hadis Gailan tadi. menurut apa yang dikatakan oleh Imam Baihaqi.
*******
Firman Allahﷻ:
فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا تَعْدِلُوْا فَوَاحِدَةً اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ
( Dan jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kalian miliki. ) (An-Nisa, 4:3)
Maksudnya, jika kalian merasa takut tidak akan dapat berlaku adil bila beristri banyak, yakni adil terhadap sesama mereka. Seperti yang dinyatakan di dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
وَلَنْ تَسْتَطِيْعُوْٓا اَنْ تَعْدِلُوْا بَيْنَ النِّسَاۤءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
( Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. ) (An-Nisa, 4:129)
*Pendapat yang sahih adalah apa yang dikatakan oleh jumhur ulama sehubungan dengan tafsir ayat ini: ( Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. ) (An-Nisa, 4:3) Yakni tidak berbuat zalim.
*Dikatakan 'alafil hukmi apabila seseorang berbuat aniaya berat sebelah, dan curang dalam keputusan hukumnya Abu Talib mengatakan dalam salah satu bait qasidahnya yang terkenal:
"Dengan timbangan keadilan yang tidak berat sebelah, walau hanya seberat sehelai rambut pun, dia mempunyai saksi dari dirinya yang tidak aniaya.
*Hasyim meriwayatkan dari Abu Ishaq, bahwa Usman ibnu Affan berkirim surat kepada penduduk Kufah sehubungan dengan sesuatu hal yang membuat mereka menegurnya. Di dalam suratnya itu Usman ibnu Affan mengatakan, "Sesungguhnya aku bukanlah neraca yang berat sebelah. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
*Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Murdawaih serta Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan melalui jalur Abdur Rahman ibnu Abu Ibrahim dan Khaisam, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syu'aib, dari Amr ibnu Muhammad ibnu Zaid, dari Abdullah ibnu Umair, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, dari Nabiﷺ yang telah bersabda sehubungan dengan firman-Nya: ( Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. ) (An-Nisa, 4:3) Yaitu, "Janganlah kalian berbuat aniaya!
*Ibnu Abu Hatim mengatakan. "Menurut ayahku hadis ini keliru. Yang benar hadis ini adalah dari Siti Aisyah secara mauquf tidak sampai kepada Nabiﷺ.
*Ibnu Abu Hatim mengatakan telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Siti Aisyah, Mujahid, Ikrimah. Al-Hasan, Imam Malik. Ibnu Razin, An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurasani. Qatadah, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan, bahwa mereka mengatakan. "Tidak berat sebelah.
*Ikrimah memperkuat pendapatnya dengan bait yang diucapkan oleh Abu Talib, seperti yang telah kami sebutkan di atas. Tetapi apa yang diucapkan oleh Abu Talib adalah seperti yang diriwayatkan di dalam kitab As-Sirah. Ibnu Jarir meriwayatkannya, kemudian ia mengemukakannya secara baik dan memilihnya.