Al-Hikam Pasal 187-191
“Hari Rayanya Murid”
وُرُوْدُالفـَاقَةِ اعْيادُ المُريدِين
187. “Datangnya kefakiran/kesulitan itu sebagai hari rayanya murid (orang yang sedang melatih diri untuk taqorrub kepada Allah).”
Syarah
Seorang murid itu ketika kedatangan kesulitan, kefakiran, bala’, sehingga merasa rendah diri dihadapan Allah, itu adalah saat yang terbaik untuk mendapat belas kasih Allah, dan mempercepat tercapainya tujuan yaitu taqorrub kepada Allah. Sebagaimana diterangkan pada hikmah yang lalu bahwa dengan kefakiran nafsu tidak dapat bagian apa-apa, yakni dengan kefakiran itu sebagai kemenangan melawan hawa nafsu, sehingga saat yang demikian itu sebagai hari raya yang sangat menggembirakan, sebab tunduknya hawa nafsu, hilangnya rasa kesombongan,ujub atau besar diri.
رُبّما وَجَدْتَ من المزيدِ فى الفاقةِ مالاتَجِدُهُ فى الصلاةِ والصَّوْمِ
188. “ Terkadang pada saat kefakiran itu engkau bisa mendapatkan kelebihan karunia dan kebesaran dari Allah, yang tidak bisa engkau dapatkan dengan puasa dan sholat.”
Syarah
Itu bisa terjadi sebab puasa dan sholat terkadang karena kesenangan dan kepentingan hawa nafsu,sehingga ibadahnya tidak bisa selamat dari afatnya ibadah seperti riya’, takabbur, ujub dan lain-lain. Berbeda ketika dalam kondisi fakir, akan hilang kesenangan dan kepentingan hawa nafsu. Dan lagi hikmah ini bisa di artikan bahwa datangnya kefakiran, bala’ itu sebagai nikmat batin (samar).
الفاقَاتُ بُسُطُ المَوَاهبِ
189. “ Berbagai macam ujian bala’(kefakiran dan kekurangan)itu, bagaikan hamparan (lemek) untuk hidangan pemberian dan karunia dari Allah.”
Syarah
Dengan datangnya kefakiran, hakikatnya Allah mendudukkan kamu dihadapanNya, dan cukuplah bagi kamu apa yang ada dari macam-macam anugerah dari Allah.
Dan lagi apabila Allah akan memberi anugerah yang besar kepada hamba, akan tetapi amal ibadah lahiryahnya tidak mencukupi sebagai tebusan karunia Allah, maka Allah menguji padanya dengan bala’ sebagai tebusan berbagai dosa, kemudian diberikannya anugerah karunia dari Allah.
اذااَرَدْتَ وُرُودَالمَوَاهِبِ عَليكَ صَحِّح الفَقْرَ والفَاقَة َ لديْكَ "انّماَ الصّدقاتُ لِلفُقرَاءِ"
190. “Jika engkau ingin datangnya macam-macam karunia dari Allah kepadamu, maka bersungguh-sungguhlah dalam mengakui dan membuktikan kefakiran dan sangat berhajatmu kepada Allah. Firman Allah: Sesungguhnya yang berhak menerima pemberian(shodaqoh) itu hanyalah mereka yang benar-benar fakir.”
تحَقـَّقْ بِأوْصافِكَ يُمِدَّكَ بِأوْصافهِ، تحَقـَّقْ بذٰلِكَ يُمدَّكَ بعِزِّهِ، تحَقـَّقْ بِعَجْزِكَ يُمدَّكَ بقُدْرَاتهِ، تحَقـَّقْ بضُعفِكَ يمدَّكَ بِحَولهِ وَقوَّتهِ
191. “Buktikan dengan benar sifat-sifatmu, niscaya Allah membantumu dengan sifat Nya, Buktikan dengan benar sifat kehinaanmu, niscaya Allah membantumu dengan sifat kemuliaanNya, Buktikan dengan benar sifat kekuranganmu, niscaya Allah membantumu dengan sifat kekuasaanNya, Buktikan dengan benar sifat kelemahanmu, niscaya Allah membantumu dengan sifat kekuatanNya.”
Syarah
Kedua hikmah ini mengajarkan kepada kita supaya menempati posisi kita yang semestinya, yaitu sebagai hamba, yang mempunyai sifat asli yaitu: fakir, kurang lemah, hina, dan bodoh. Apabila kita mengakui dan memposisikan diri sebagai hamba, niscaya Allah akan menolong kita, memberi kemudahan dan karuniaNya kepada kita. Dan ketika Allah memberikan kekayaan, kemuliaan, kekuasaan dan kekuatan, kita akan sadar dan merasa bahwa itu semua dari Allah, bukan dari diri sendiri, dan bukan dari lain-lainnya Allah.itulah tauhid yang murni, yang tidak ada Tuhan, tidak ada daya kekuatan, melainkan Allah, dan semata-mata bantuan dan pertolonganNya, tanpa ada perantara dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Sebaliknya apabila kita tidak mau menempati kedudukan kita sebagai hamba, dan lupa akan sifat kehambaan, yang akan menjadikan murka Allah, dan menyaingi sifat-sifat Allah.