AL-Hikam Pasal 228-234 Al-Warid Al-Ilahiyyah
Al-Hikam Pasal 228-234

"AL-WARID AL-ILAHIYYAH"


مَتٰى وَرَدَتِ الوَارِداَتُ الاِلٰهِيَّةُ عليكَ هَدَمتِ العَوَائدَ عليكَ ، اِنَّ المُلُوكَ اِذدخَلُوا قرْيَةً اَفسَدُوهاَ

228. “ Ketika datang kepadamu al-waaridatul-Ilahiyyah, maka warid itu akan menghancurkan/melenyapkan kebiasaan-kebiasaan(hawanafsu)mu, seperti isyaroh firman Allah : “Sesungguhnya raja-raja (dan balatentaranya) jika masuk (menjajah) kedesa/negara, mereka akan merusaknya(merubah desa).”

Yang dimaksud al-Waaridatul-Ilahiyyah dalam hikmah ini yaitu : rasa cinta dan rindu yang sangat, yang diberikan Allah kedalam hati hamba-Nya, atau juga rasa ketakutan yang sangat, sehingga bisa menghancurkan dan mengeluarkan kebiasaan dan kesenangan hawa nafsu, dan bergegas menuju makrifat dan ridho-Nya. Sebagaiman diterangkan dalam hikmah ke 215.


الوَارِدُ يَأتِى مِنْ حَضْرَةِ قهَّارٍ ، لاَجْلِ ذٰلكَ لاَ يُصَادِمهُ شىءٌ الاَّ دَمَغَهُ ، بَلْ نَقذِفُ بِالحَقّ علَى الباَطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَاذاَهُوَزاهِقٌ

229. “ Warid itu datang dari Dzat asma Al-Qohhar (dzat yang perkasa tidak ada yang mengalahkan-Nya), karena itu bila warid datang, maka tiada sesuatu yang berhadapan dengannya melainkan dimusnahkannya, Allah berfirman : “Bahkan kami melemparkan yang hak diatas yang bathil, lalu ia memusnahkannya. Maka yang bathil itu lenyap.”

Dalam hikmah ini Mu’allif menjelaskan tentang Alwarid yang datang kedalam hati hamba dari asma Allah Al-Qohhar(maha perkasa), maka semua yang ada dari hawa nafsu, aghyar (semua selain Allah) yang ada dalam hati akan dimusnahkan dengan keperkasaan-Nya. Sehingga hamba yang diberi warid itu semuanya menjadi hak. Yang dimaksud al-Bathil yaitu : segala sesuatu selain Allah.


كَيْفَ يَحْتَجِبُ الحَقّ ُبِشىءٍ والَّذِى يَحتَجِبُ بِهِ هُوَ فِيهِ ظَاهِرٌ وَمَوجُودٌ حَاضِرٌ

230. “Bagaimana mungkin Al-Haq (Allah) itu terhijab sesuatu, padahal Allah itu wujud dan nyata juga hadir pada segala sesuatu yang kau anggap hijab itu.”


Dalam kitab ini beulang-ulang kali Mu’allif Syeih ibnu ‘Atho’illah menerangkan tentang Allah itu tidak bisa dihijab dengan segala sesuatu,

كيفَ يتصوَّرُ ان يحجبهُ شيىءٌ وهوالذى ظهرلِكلّ شيىءٍ ---- الخ


(hikmah ke 16 "Bagaimana dapat dibayangkan bahwa Allah dapat dihijab [dibatasi tirai] oleh sesuatu padahal Allah yang menampakkan [mendhahirkan] segala sesuatu."sampai hikmah ke 23).Al-warid, biasa juga disebut Al-Ahwal, dan Ahwal itu biasanya menimbulkan al-Amal, maka dari itu selanjutnya Muallif menerangkan tentang amal.


لاَ تيأَسْ من قَبولِ عملٍ لَمْ تجِدْ فِيهِ وجوْدُ اْلحُضَُورِ فَرُبَّماَ قبِلَ من العملِ مالم تُدْرِكْ ثمْرَتَهُ عاجِلاً

231. “ Jangan putus asa dari diterimanya amal yang belum bisa hadirnya hati (khusuk) karena Allah, sebab terkadang (ada kemungkinan ) Allah menerima amalmu itu padahal kamu belum bisa merasakan (menemukan) buahnya amalmu dengan segera.’

Sudah diterangkan dalam hikmah-hikmah terdahulu, bahwa buahnya amal (yakni : merasakan manis dan enaknya amal dalam hati ketika mengerjakan amal), itu bagian tanda diterimanya amal tersebut.
Walaupun demikian terkadang Allah itu menerima amal yang belum bisa merasakan buahnya, yang terpenting kamu selalu berusaha taqwa kepada Allah lahir dan batin, ikhlas Lillah dalam beramal, dan kamu jangan putus asa karena buahnya amal itu hanya sebagian alamat/tanda diterimanya amal, sedang kan tanda itu tidaklah pasti terjadi.

Dan jangan kamu meninggalkan amal sebab belum bisa hadirnya hati kepada Allah, atau belum bisa merasakan buahnya, tapi kewajiban bagimu yaitu dawam/selalu mengerjakan amal itu sampai bisa mendapatkan buahnya amal, barang siapa yang mau selalu mengtuk pintu, pastilah dia akan masuk kepintu tersebut.

Adalah seorang ‘Abid yang selama empat puluh tahun berada di Makkah, dan selalu berdo’a : Labbaika Allahumma Labbaik, lalu ada hatif yang mengatakan : tidak, kamu tidak hadir dan tidak beruntung, dan hajimu ditolak(tidak diterima), dan ‘Abid tersebut selalu mengerjakan amalan tersebut, dan tidak meninggalkannya, suatu hari ada seorang laki-laki datang kepadanya dan memanggilnya : ya ‘abid labbaik(kesini), lalu ada jawaban hatif,: La Labbaik,lalu lelaki tersebut berdiri dan terbesit dalam hatinya : orang ini ditolak. Lalu Abid memnggil tuannya, hai tuanku , engkau mengatakan Labbaik, dan ada jawaban La labbaik, si ‘Abid menerangkan : ini yang terjadi padaku selama empat puluh tahun, aku selalu mendengar perkataan tersebut, tetapi aku selalu bertahan didepan pintu-Nya, walaupun aku ditolak seribu kali aku tidak akan meninggalkan pintu tersebut, Sampai Allah menerimaku, maka ketika ‘Abid mengatakan Labbaik, lalu ada jawaban dari Allah : Labbaika – wa-sa’daika. WAllahu a’lam.


لاتُزَكِّيَنَّ واَرِداً لاَتَعلَمُ ثَمرَتهُ فلَيسَ المرَادُمن السَّحابةِ وجودُ الاَمطاَرِ انّما المُرَادُ وجَُودالاَثْمَارِ

232. “ Jangan membanggakan (menganggap baik) terhadap Warid, yang belum engkau ketahui buahnya,sebab bukan yang diharapkan dari awan itu sekedar hujan, tapi tujuan(harapan) yang utama yaitu adanya buah dari pepohonan(tanaman).”

Apabila warid datang dari Allah kedalam hatimu, akan tetapi tidak menjadikan kamu cinta kepada Tuhanmu, semangat melaksanakan taat kepada-Nya dengan memenuhi hak-hak-Nya , jangan kamu merasa bangga/ senang dengan warid seperti ini, karena buah dari pada warid dalam hati itu bisa merubah sifat-sifat hati yang jelek menjadi terpuji, sperti keterangan hikmah yang terdahulu.

Sebagaiman isyaroh dari Muallif tentang datangnya awan tujuan utamanya bukan sekedar hujan, tapi hasilnya bumi setelah datangnya hujan yakni berupa buah dari tanaman. Begitu juga dengan datangnya Warid/ahwal bukan sekedar amal yang hudhur, tapi yang lebih utama yaitu hasilnya Ridho, syukur, dan masuk kedalam An-Nur, dan kemuliaan berjumpa Allah Al-Ghofur (yang maha pengampun).
Ingatlah !! terkadang warid/ahwal itu bisa menjadi hijab, bagi orang yang berhenti dan bangga pada warid tersebut. Sebagian ulama mengatakan : Takutlah kamu dengan rasa manis/enaknya taat, karena itu bagaikan racun yang membunuh, bagi orang yang berhenti pada rasa tersebut, janganlah kamu menjadi hambanya hal/warid, tapi jadilah hambanya yang memberi hal/wari (yakni Allah).


لاَتَطْلُبَنَّ بَقَاءَ الوَرِدَاتِ بعدَ انْبَسَطَتْ اَنْوَارَهاَ واَوْدَعَتْ اسْرَارهَا فلكَ فى اللهِ غِنىً عَنْ كُلِّ شَىءٍ وليسَ يُغْنيْكَ عنهُ شىءٌ

233. “ Jangan meminta tetapnya warid, setelah kau merasakan/mendapatkan nur-nurnya, dan tertangkap semua rahasia-rahasianya, maka cukuplah bagimu mengabdi kepada Allah sehingga tidak membutuhkan sesuatu yang lain-Nya,sebab tidak ada sesuatu yang bisa mencukupi kamu tapa pertolongan Allah.”

Maksud dari mendapatka Anwar/nurnya warid yaitu : yaitu rusak dan hancurnya kebiasaan hawa nafsumu, sehingga hati menjadi bersih dari syahwat jasmaniyyah dan kebiasaan nafsum sehingga lahir dan batinnya hanya menghamba kepada Allah. Maksud dari : setelah tertangkap rahasia-rahasia warid, yaitu adanya Yaqin, Tuma’ninah dan makrifat dalam hatimu, dan adanya Zuhud, Ridho, dan Taslim, dan munculnya rasa Khusyuk, tawadhu’ dan hinanya diri, dalam hati. Itu semua sebagai tanda Al-Warid Al-Ilahiyyah.

Dan ketahuilah bahwa semua warid, adanya anwar(cahaya-cahaya), tingkat-tingkat maqom kewalian dll, itu semua semata-mata anugerah dari Allah kepada hambanya, karena itu hamba tidak boleh bergantung kepada semua itu, tapi cukuplah bergantung pada Allah, dan mengabdi kepada-Nya.

Syeih Abu Sulaiman Ad-daroni ditanya apakah paling utamanya perkara yang bisa mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah? beliau menjawab : Supaya Allah mengetahui bahwa dalam hatimu tidak mengharapkan sesuatu kecuali hanya Allah, baik itu didunia maupun diakhirat.


تَطَلُّعُكَ اِلٰى بقاءِ غَيرِهِ دَلِيلٌ علٰى عدمِ وِجْدَانِكَ لهُ واسْتِحياَشُكَ لفِقدَانِ ماَسوَاهُ دليلٌ علٰى عدمِ وُصْلتكَ بهِ

234. “ keinginanmu untuk tetapnya sesuatu selain Allah itu sebagai bukti bahwa kau belum bertemu Allah, dan kerisauan mu karena kehilangan sesuatu selain Allah itu bukti belum wushulnya kamu kepada Allah.”

Mengharap tetapnya sesuatu itu berarti cinta pada sesuatu tersebut, dan barang siapa mencintai sesuatu pasti dia menjadi hamba sesuatu yang dicintai, begitu juga mengharap tetapnya warid, maqom,dan lain-lain itu menujukkan kalau dia belum menemukan Allah, dan barang siapa masih berhajat kepada selain Allah itu berarti ia belum makrifat kepada Allah, dan barang siapa masih risau/susah sebab kehilangan ahwal atau warid atau lainnya, itu berarti ia belum sampai/Wushul kepada Allah. Karena orang yang sudah sampai itu tidak akan merasa risau/susah sebab kehilangan sesuatu selain Allah. Dan itulah bukti ia telah mencapai derajat yang tinggi, akan tetapi selama masih menginginkan tetapnya sesuatu atau susah dengan hilang/tidak adanya sesuatu, maka itu suatu bukti bahwa ia belum mencapai derajat hakikat.