AL-Hikam Pasal 43-44 Sumber Kemaksiatan

Al-Hikam Pasal 43-44

Ridho dengan Nafsu adalah pangkal kemaksiatan


أَصْلُ كلُّ مَعصِيَّةٍوَغَفلةٍ وَشَهْوَةٍ الرِّضاَ عَنِ النفْسِ، واصْلُ كُلِّ طَاعةٍ وَيَقَظَةٍ وَعفَةٍ عَدَمُ الرِّضاَ مِنْكَ عَنْهاَ

43."Pokok /sumber dari semua maksiat, kelalaian dan syahwat itu, karena ingin memuaskan (ridho dengan)hawa nafsu. Sedangkan pokok/sumber segala ketaatan, kesadaran dan moral [budi pekerti], ialah karena adanya pengendalian terhadap hawa nafsu."

Syarah

Sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala:

"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. QS. Yusuf 53.”

Ridho dengan nafsu itu menjadi sumber semua kemaksiatan dan lupa kepada Allah dikarenakan menjadi sebabnya tertutupnya cela dan cacatnya nafsu, sehingga celanya nafsu akan dianggap baik. dan orang yang ridho dengan nafsunya akan menganggap baik kelakuannya, orang yang menganggap baik kelakuannya tentu akan lupa kepada Allah, dan sebab lupa itu manusia tidak mau meneliti kelakuannya dan meneliti aib dan cela dirinya, sehingga macam-macamnya kesenangan nafsu menguasai hatinya, dan ahirnya dia terjerumus pada kemaksiatan.

Abu Hafash berkata: "Barangsiapa yang tidak menuduh hawa nafsunya sepanjang waktu dan tidak menentangnya dalam segala hal, dan tidak menarik ke jalan kebaikan, maka sungguh ia telah tertipu. Dan barangsiapa melihat padanya dengan sebuah kebaikan, berarti ia telah dibinasakannya."

Al-Junaid al-Baghdadi berkata: "Jangan mempercayai hawa nafsumu, walaupun telah lama taat kepadamu, untuk beribadah kepada Tuhan- mu."

Al-Bushiry dalam Burdahnya berkata: "Lawan selalu hawa nafsumu dan syaitan serta jangan menuruti keduanya, walaupun keduanya itu memberi nasehat kepadamu untuk berbuat kebaikan, tetap engkau harus curiga dan waspada."

Sedangkan curiga terhadap nafsu(tidak ridho dengan nafsu)itu menjadi sumber ketaatan dan ingat kepada Allah, itu dikarenakan orang yang tidak ridho dengan nafsunya ia tidak menganggap baik kelakuannya, sehingga ia selalu waspada dan selalu meneliti semua kelakuannya, sehingga nafsunya tidak bisa bebas menguasai orang tersebut. dan orang yang waspada terhadap gerak gerik nafsu akan selalu menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. dan itulah yang dinamakan taat kepada Allah.


ولاَنْ تصْحبَ جاهِلاً لاَيَرْضىَ عَن نَفسِهِ خيرٌ لكَ مِن اَن تصْحَبَ عَالِماً يَرْضىَ عَنْ نَفسِهِ فَاَيُّ عِلمٍ لعاَلِمٍ يَرْضىَ عن نفسهِ وَايُّ جَهْلٍ لِجاَهِلٍ لا يَرضىَ عن نفسهِ

44. "Dan sekiranya engkau bersahabat dengan orang bodoh yang tidak menurutkan hawa nafsunya, itu lebih baik dari pada bersahabat dengan orang berilmu [orang alim] yang selalu menurutkan hawa nafsunya. Maka ilmu apakah yang dapat diberikan bagi seorang alim yang selalu menurutkan hawa nafsunya itu, sebaliknya kebodohan apakah yang dapat disebutkan bagi seorang yang sudah dapat menahan hawa nafsunya."

Syarah

Orang yang tidak ridho dengan nafsunya akan selalu menganggap dirinya belum baik dan akhlaknya masih jelek.orang seperti ini baik untuk dijadikan sahabat, karena sangat banyak manfaatnya bagimu, kebodohannya tidak akan membahayakan dirimu.

Bagaimana akan dinamakan bodoh, seorang yang telah dapat menahan dan mengekang hawa nafsunya, sehingga membuktikan bahwa semua amal perbuatannya hanya semata-mata untuk keridhoan Allah dan bersih dari dorongan hawa nafsu. Sebaliknya apakah arti suatu ilmu yang tidak dapat menahan atau mengendalikan hawa nafsu dari sifat kebinatangan dan kejahatannya.

Dalam sebuah hadits ada keterangan : "Seorang akan mengikuti pendirian sahabat karibnya, karena itu hendaknya seseorang itu memperhatikan, siapakah yang harus diambil sebagai sahabat."

Seorang penyair berkata: "Barang siapa bergaul dengan orang-orang yang baik, akan hidup mulia. Dan yang bergaul dengan orang-orang yang rendah akhlaqnya pasti tidak mulia.