بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّسْتَمِعُ اِلَيْكَۚ حَتّٰىٓ اِذَا خَرَجُوْا مِنْ عِنْدِكَ قَالُوْا لِلَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ مَاذَا قَالَ اٰنِفًا ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ طَبَعَ اللّٰهُ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ وَاتَّبَعُوْٓا اَهْوَاۤءَهُمْ ﴿١٦﴾
wa min-hum may yastami'u ilaīk, ḥattā iżā kharajụ min 'indika qālụ lillażīna ụtul-'ilma māżā qāla ānifā, ulā`ikallażīna ṭaba'allāhu 'alā qulụbihim wattaba'ū ahwā`ahum
Dan di antara mereka ada orang yang mendengarkan perkataanmu (Muhammad), tetapi apabila mereka telah keluar dari sisimu mereka berkata kepada orang yang telah diberi ilmu (sahabat-sahabat Nabi), “Apakah yang dikatakannya tadi?” Mereka itulah orang-orang yang dikunci hatinya oleh Allah dan mengikuti keinginannya. (16)
Ibnul Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Orang-orang mukmin dan munafik sama-sama berkumpul di majelis Rasulullah. Adapun orang-orang beriman maka mereka dengan serius mendengarkan dan menghayati apa-apa yang disampaikan Rasulullah. Hal ini berbeda dengan orang-orang munafik yang hanya sekedar mendengarkan, namun tidak menghayatinya. Itulah sebabnya, ketika telah berada di luar, mereka lantas bertanya kepada orang-orang mukmin, ‘Apa yang tadi hai (Rasulullah) katakana?’ terhadap sikap mereka tersebut, turunlah ayat ini.”