بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
۞ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَلَا تُبْطِلُوْٓا اَعْمَالَكُمْ ﴿٣٣﴾
yā ayyuhallażīna āmanū aṭī'ullāha wa aṭī'ur-rasụla wa lā tubṭilū a'mālakum
Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu. (33)
Ibnu Abi Hatim dan Muhammad bin Nashr al-Marwazi dalam kitab ash-shalat meriwayatkan dari Abu Al-Aliyah yang berkata, “Pada awalnya, para sahabat Rasulullah berpendapat bahwa dosa tidak berdampak (pada keimanannya) selama seseoramh telah mengucapkan syahadat, “Tiada Tuhan selain Allah” sebagaimana sebuah amal saleh tidak diterima jika pelakunya mempersekutukan Allah. setelah itu, turunlah ayat, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu.” Barulah kemudian mereka merasa cemas bahwa dosa akan dapat menghapus kebaikan yang dilakukan.”