أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ النَّارِ وَ مِنْ شَرِّ الْكُفَّارِ وَ مِنْ غَضَبِ الْجَبَّارِ الْعِزَّةُ للهِ وَ لِرَسُوْلِهِ وَ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
اِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْۚ وَاِنْ تُصِبْكَ مُصِيْبَةٌ يَّقُوْلُوْا قَدْ اَخَذْنَآ اَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَّهُمْ فَرِحُوْنَ ﴿٥٠﴾
in tuṣibka ḥasanatun tasu`hum, wa in tuṣibka muṣībatuy yaqụlụ qad akhażnā amranā ming qablu wa yatawallaw wa hum fariḥụn
Jika engkau (Muhammad) mendapat kebaikan, mereka tidak senang; tetapi jika engkau ditimpa bencana, mereka berkata, “Sungguh, sejak semula kami telah berhati-hati (tidak pergi berperang),” dan mereka berpaling dengan (perasaan) gembira. (50)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah bahwa orang-orang munafik yang tidak ikut berperang dan tinggal di Madinah mulai menyebarkan desas-desus keji tentang Nabi saw.. Kata mereka, “Muhammad dan sahabat-sahabatnya telah payah dan binasa dalam perjalanan mereka.” Lalu mereka mendengar kabar yang membuktikan ketidakbenaran ucapan mereka, kabar bahwa Nabi saw. dan para sahabat sehat walafiat sehingga mereka merasa jengkel. Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Jika engkau (Muhammad) mendapat kebaikan,...”