Hadits Shahih Ibnu Hibban

Hadits Shahih Ibnu Hibban

Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban atau Hatim at-Tamimi al-Busti as-Sijistani

Biografi Ibnu Hibban


صحيح ابن حبان ٦٠: أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ مَخْلَدٍ، حَدَّثَنَا أَبُو الرَّبِيعِ، حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيدٍ، أَنَّ دَاوُدَ بْنَ أَبِي هِنْدٍ حَدَّثَهُ، عَنْ عَامِرٍ الشَّعْبِيِّ، عَنْ مَسْرُوقِ بْنِ الأَجْدَعِ، أَنَّهُ سَمِعَ عَائِشَةَ، تَقُولُ‏:‏ أَعْظَمُ الْفِرْيَةِ عَلَى اللهِ مَنْ قَالَ‏:‏ إِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ، وَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَمَ شَيْئًا مِنَ الْوَحْيِ، وَإِنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ، قِيلَ‏:‏ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ، وَمَا رَآهُ‏؟‏ قَالَتْ‏:‏ لاَ، إِنَّمَا ذَلِكَ جِبْرِيلُ رَآهُ مَرَّتَيْنِ فِي صُورَتِهِ‏:‏ مَرَّةً مَلَأَ الْأُفُقَ، وَمَرَّةً سَادًّا أُفُقَ السَّمَاءِ‏.‏ قَالَ أَبُو حَاتِمٍ‏:‏ قَدْ يَتَوَهَّمُ مَنْ لَمْ يُحْكِمْ صِنَاعَةَ الْحَدِيثِ أَنَّ هَذَيْنِ الْخَبَرَيْنِ مُتَضَادَّانِ، وَلَيْسَا كَذَلِكَ، إِذِ اللَّهُ جَلَّ وَعَلاَ فَضَّلَ رَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى غَيْرِهِ مِنَ الأَنْبِيَاءِ، حَتَّى كَانَ جِبْرِيلُ مِنْ رَبِّهِ أَدْنَى مِنْ قَابِ قَوْسَيْنِ، وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُهُ جِبْرِيلُ حِينَئِذٍ، فَرَآهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَلْبِهِ كَمَا شَاءَ‏.‏ وَخَبَرُ عَائِشَةَ وَتَأْوِيلُهَا أَنَّهُ لاَ يُدْرِكُهُ، تُرِيدُ بِهِ فِي النَّوْمِ وَلاَ فِي الْيَقَظَةِ، وَقَوْلُهُ‏:‏ ‏‏لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ‏‏ فَإِنَّمَا مَعْنَاهُ‏:‏ لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ، يُرَى فِي الْقِيَامَةِ وَلاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ إِذَا رَأَتْهُ، لأَنَّ الإِدْرَاكَ هُوَ الإِحَاطَةُ، وَالرُّؤْيَةُ هِيَ النَّظَرُ، وَاللَّهُ يُرَى وَلاَ يُدْرَكُ كُنْهُهُ، لأَنَّ الإِدْرَاكَ يَقَعُ عَلَى الْمَخْلُوقِينَ، وَالنَّظَرُ يَكُونُ مِنَ الْعَبْدِ رَبَّهُ‏.‏ وَخَبَرُ عَائِشَةَ أَنَّهُ لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ، فَإِنَّمَا مَعْنَاهُ‏:‏ لاَ تُدْرِكُهُ الأَبْصَارُ فِي الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ، إِلاَّ مَنْ يَتَفَضَّلُ عَلَيْهِ مِنْ عِبَادِهِ بِأَنْ يُجْعَلَ أَهْلاً لِذَلِكَ‏.‏ وَاسْمُ الدُّنْيَا قَدْ يَقَعُ عَلَى الأَرَضِينَ وَالسَّمَاوَاتِ وَمَا بَيْنَهُمَا، لأَنَّ هَذِهِ الأَشْيَاءَ بِدَايَاتٌ خَلَقَهَا اللَّهُ جَلَّ وَعَلاَ لِتُكْتَسَبَ فِيهَا الطَّاعَاتُ لِلآخِرَةِ الَّتِي بَعْدَ هَذِهِ الْبِدَايَةِ، فَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى رَبَّهُ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي لاَ يُطْلَقُ عَلَيْهِ اسْمُ الدُّنْيَا، لأَنَّهُ كَانَ مِنْهُ أَدْنَى مِنْ قَابِ قَوْسَيْنِ حَتَّى يَكُونَ خَبَرُ عَائِشَةَ، أَنَّهُ لَمْ يَرَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الدُّنْيَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَكُونَ بَيْنَ الْخَبَرَيْنِ تَضَادٌّ أَوْ تَهَاتُرٌ‏.‏

Shahih Ibnu Hibban 60: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Makhlad mengabarkan kepada kami: Abu Rabi' menceritakan kepada kami: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami: Amru bin Harits mengabarkan kepada kami, dari Abdi Rabbih bin Sa’id, bahwa Daud bin Abu Hind menceritakan kepada kami, dari Amir Asy-Sya’bi, dari Masruq bin Al Ajda’, bahwa dia mendengar Aisyah berkata, “Sebesar-besar kebohongan atas Allah adalah orang yang mengatakan bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah melihat Tuhannya, bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyembunyikan sesuatu dari wahyu, dan bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui apa yang terjadi besok." Dikatakan, “Wahai ummul mukminin, lantas apa yang beliau lihat?" Aisyah berkata, “Sesungguhnya itu adalah Jibril. Beliau melihatnya dua kali dalam dua bentuk: pertama memenuhi ufuk, dan kedua menutupi ufuk langit” 3:14 Abu Hatim berkata: Orang yang tidak menguasai ilmu hadits barangkali menyangka bahwa kedua khabar ini saling bertentangan. Padahal, tidaklah demikian. Sebab, Allah SWT mengutamakan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam atas nabi-nabi selainnya. Sampai-sampai Jibril berada lebih dekat daripada dua ujung busur panah dari Tuhannya, sementara Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diajari oleh Jibril ketika itu, sehingga beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. melihat-Nya dengan hati beliau, sebagaimana yang Dia kehendaki. Sementara khabar Aisyah dan takwilnya bahwa beliau tidak melihat-Nya, yang dia maksud adalah dalam tidur, bukan dalam keadaan terjaga. Firman-Nya; “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan (Qs.Al An’aam 6: 103) maknanya: Dia tidak dapat dipahami oleh penglihatan mata. Dia dapat dilihat pada hari kiamat, tapi tidak dapat dipahami oleh penglihatan mata, apabila mata melihatnya. Sebab, pemahaman adalah penguasaan, sementara penglihatan adalah pemandangan. Allah dapat dilihat, tapi hakekat-Nya tidak dapat dipahami.Sebab, pemahaman berlaku pada makhluk, dan penglihatan terjadi dari hamba kepada Tuhannya. Dan khabar Aisyah bahwa Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, maknanya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata di dunia dan di akhirat, kecuali siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang diberi anugerah dengan dijadikan sebagai ahli untuk itu. Sementara kata “dunia” kadang berlaku bagi bumi dan langit, serta apa yang ada di antara keduanya. Sebab, benda-benda ini adalah permulaan-permulaan yang diciptakan oleh Allah SWT agar di dalamnya dicapai ketaatan-ketaatan untuk akhirat yang ada setelah permulaan ini. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Tuhan beliau di tempat yang padanya tidak berlaku kata “dunia", karena beliau berada lebih dekat daripada dua ujung busur panah dari-Nya. Sehingga, khabar Aisyah bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melihat-Nya adalah di dunia, tanpa adanya perlawanan dan pertentangan di antara dua khabar ini.

Shahih Ibnu Hibban Nomer 60