بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـًٔا مَّرِيْۤـًٔا ﴿٤﴾
wa ātun-nisā`a ṣaduqātihinna niḥlah, fa in ṭibna lakum 'an syai`im min-hu nafsan fa kulụhu hanī`am marī`ā
Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. (4)
Ibnu abi Hatim meriwayatkan bahwa Abu Shaleh berkata, “Dulu jika seseorang menikahkan anaknya, maka dia mengambil mahar yang diberikan suaminya untuk anaknya. Lalu Allah melarang hal itu dan menurunkan ayat ini.