بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ﴿١١٥﴾
wa lillāhil-masyriqu wal-magribu fa ainamā tuwallụ fa ṡamma waj-hullāh, innallāha wāsi'un 'alīm
Dan milik Allah timur dan barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (115)
Muslim, at-Tirmidzi dan an-Nasai meriwayatkan dari ibnu umar dia berkata, “dulu Nabi saw shalat sunnah diatas unta beliau kemanapun arah unta itu . suatu ketika beliau datang dari Makah ke Madinah, lalu ibnu umar membaca ayat ini. Dan dia mengatakan ayat ini turun pada masalah tersebut.
Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, “ ayat ini maksudnya engkau boleh shalat sunnah kemanapun arah unta yang engkau tunggangi. Dia berkata hadits ini shahih sesuai syarat muslim. Ini adalaah riwayat yang sanadnya paling shahih tentang sebab turunnya ayat di atas. Sejumlah ulama pun menguatkannya. Akan tetapi tidak ada penjelasan yang sharih bahwa itu adalah sebab turunnya ayat ini. Namun dia berkata, ayat ini turun pada masalah ini.
Ibnu jarir dan ibnu abi hatim meriwayatkan dari ali bin abi thalhah dari ibnu abbas bahwa Rasulullah ketika hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan beliau untuk menjadikan Baitul Maqdis sebagai kiblat, maka orang Yahudi pun senang. Maka beliau berkiblat selam 16 bulan ke Baitulmaqdis sedangkan beliau senang dengan kiblatnya Ibrahim. Karenanya beliau sering berdoa dengan melihat ke arah langit. Maka turunlah ayat “maka hadapkanlah wajahmu kearah masjidil haram (2:144). Orang yahudi pun meragukan perubahan kiblat itu, mereka berkata, ‘apa yang membuat mereka berpaling dari kiblat mereka yang dulu? Maka Allah swt berfirman “dan milik Allah timur dan barat” dan firman-Nya “kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah”.
Terdapat beberapa riwayat lemah mengenai sebab turunnya ayat ini.
Pertama, at-Tirmidzi, ibnu majah dan ad-Daruquthny meriwayatkan dari jalur Asy’ats as-saman dari Ashim bin Abdillah bin amir bin rabiah dari ayahnya dia berkata, “ pada suatu malam kami bersama Nabi saw dalam perjalanan yang gelap dan kami tidak tahu arah kiblat. Maka masing-nasing dari kami shalat dengan menghadap ke arah depannya. Ketika pagi tiba kami menceritakan hal itu kepada Rasulullah, maka turunlah ayat ini. At-Tirmidzi berkata, “ riwayat ini gharib. Dan Asy’ats dilemahkan dalam hadits.
Kedua, ad-Daruqutny dan ibnu mardawaih meriwayatkan dari jalur al-arzami dari atha’ dari jabir, dia berkata, “ suatu ketika rasulullah mengutus satu pasukan dan saya termasuk didalamnya. Lalu kami terjebak dalam kegelapan sehingga kami tidak tahu arah kiblat, yaitu kearah utara dari sini. Lalu mereka pun melakukan shalat dan membuat garis ke arah yang mereka yakini sebagai kiblat. Namun sebagian yang lain berkata, ‘arah kiblat disini adalah ke selatan’, maka mereka pun membuat garis kea rah yang mereka yakini sebagai kiblat. Ketika pagi tiba dan matahari menyinari bumi, tampak bahwa garis-garis yang kami buat tidak mengarah kea rah kiblat. Maka ketika kami kembali dari perjalanan, kami pun bertanya kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat ini.
Ketiga, ibnu mardawaih meriwayatkan dari al-Kalbi dari abu shaleh dari ibnu abbas bahwa pada suatu ketika rasulullah mengutus pasukan. Ketika dalam perjalanan, kabut membuat sekeliling mereka menjadi gelap sehingga mereka tidak mengetahui arah kiblat. Lalu mereka shalat. Setelah matahari terbit, mereka baru tahu bahwa shalat mereka tidak menghadap kiblat. Setelah kembali, mereka menghadap Rasulullah dan memberitahukan hal itu. Maka turunlah ayat ini. Keempat, ibnu jarir meriwayatkan dari qatadah bahwa Nabi saw bersabda, “sesungguhnya seorang saudara kalian (raja najasy) telah meninggal dunia, maka shalatilah dia.” Mereka berkata, ‘apakah kami menshalati orang yang bukan muslim? Maka turunlah firman-Nya, “dan diantara ahlu kitab ada yang beriman kepada allah...(ali imran:199. Lalu mereka berkat lagi, ‘sesungguhnay ketika masih hidup dia tidak shalat menghadap arah kiblat.’ Maka turunlah ayat ini. Riwayat ini sangat gharib dan mursal atau mu’dhal. Kelima, ibnu jarir meriwayatkan dari Mujahid, dia berkata, ketika turun firman Allah, “....berdoalah kepadaku niscaya aku aka perkenankan bagimu...( almu’min: 60). Mereka berkata, ke arah mana? Maka turunlah ayat ini.