بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ ﴿٢٢٢﴾
wa yas`alụnaka 'anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa'tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn
Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri. (222)
Imam muslim dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari anas bahwa orang-orang yahudi, ketika istri mereka haid, mereka tidak memberinya makan dan tidak menggaulinya di rumah. Pada sahabat menanyakan kepda Nabi saw tentang hal itu. Lalu turunlah ayat ini. Maka Rasul saw bersabda “lakukanlah apa saja terhadapnya kecuali jima’...”
Al-Barudi meriwayatkan dalam kitab ash-Shahaabah dari ibnu ishaq dari Muhammad bin abi Muhammad dari ikrimah atau said dari ibnu abbas bahwa Tsabit bin ad-dahdah bertanya kepada Nabi saw. Maka turunlah ayat ini.
Ibnu jarir juga meriwayatkan dari as-suddi hadis yang serupa.